Kau Mencintaiku Diam-diam, dan Diam Itu Lebih Keras dari Pengkhianatan Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman terlarang, sama dinginny...

Cerpen Keren: Kau Mencintaiku Diam-diam, Dan Diam Itu Lebih Keras Dari Pengkhianatan Cerpen Keren: Kau Mencintaiku Diam-diam, Dan Diam Itu Lebih Keras Dari Pengkhianatan

Cerpen Keren: Kau Mencintaiku Diam-diam, Dan Diam Itu Lebih Keras Dari Pengkhianatan

Cerpen Keren: Kau Mencintaiku Diam-diam, Dan Diam Itu Lebih Keras Dari Pengkhianatan

Kau Mencintaiku Diam-diam, dan Diam Itu Lebih Keras dari Pengkhianatan

Embun pagi merayapi kelopak mawar di taman terlarang, sama dinginnya dengan tatapan Xia Wei padaku. Dulu, matanya adalah danau yang tenang, memantulkan langit cerah cintaku. Sekarang, hanya ada kabut kelabu, menyembunyikan badai yang akan datang. Aku, Lin Yi, hidup dalam kebohongan yang kubangun sendiri. Kebohongan yang kusulam dengan benang emas karier cemerlang, reputasi terhormat, dan pernikahan sempurna dengan putri keluarga Shen yang berpengaruh, Shen Yue.

Xia Wei... dia adalah lukisan tersembunyi di loteng hatiku. Kisah kami, dulu ditulis dengan tinta canda tawa dan janji abadi di bawah pohon sakura yang bermekaran. Sekarang, setiap kali mata kami bertemu, aku merasa seperti menelan pecahan kaca. Dia tahu. Dia tahu kebenaran yang kubenamkan dalam-dalam.

"Lin Yi," bisiknya suatu malam di pesta amal, suaranya serak seperti gesekan biola yang sumbang. "Apakah harga yang kau bayar sepadan dengan kebahagiaan palsu ini?"

Kata-katanya seperti jarum es menusuk jantungku. Aku hanya bisa menatapnya, tak mampu membalas. Kebohonganku adalah labirin yang rumit. Setiap kebohongan baru memerlukan kebohongan lain untuk menyokongnya. Semakin dalam aku masuk, semakin sulit menemukan jalan keluar.

Shen Yue, istriku, adalah mawar berduri. Cantik, elegan, dan mematikan. Dia mencintaiku dengan obsesi yang mengurung. Dia tahu aku bukan miliknya sepenuhnya, tapi dia memilih untuk membutakan diri. Kehadirannya adalah pengingat konstan tentang dosa-dosaku.

Konflik semakin memuncak ketika Xia Wei mulai menyelidiki. Dia seperti api yang membakar ilalang kering, mengungkap satu per satu kebohongan yang kubenamkan. Setiap informasi yang dia temukan adalah pukulan telak bagiku. Aku mencoba menghentikannya, tapi dia terlalu gigih. Dia berhak tahu. Kami berdua berhak tahu.

Malam itu, di tengah hujan badai, kebenaran akhirnya meledak seperti bom. Shen Yue, dengan wajah pucat pasi, memegang surat wasiat yang mengungkap segalanya. Warisan keluarga Shen yang selama ini menjadi dasar pernikahanku, ternyata diperoleh dengan cara kotor, cara yang melibatkan kematian orang tua Xia Wei. Aku, tanpa sadar, menjadi bagian dari komplotan mereka.

"Kau... KAU TAHU?!" teriak Shen Yue, matanya berkilat marah.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala, air mata bercampur dengan air hujan di pipiku. Xia Wei berdiri di ambang pintu, siluetnya dibayangi cahaya rembulan. Wajahnya tanpa ekspresi, tapi aku tahu, hatinya hancur berkeping-keping.

Balas dendamnya datang dengan tenang, tanpa amarah yang meledak-ledak. Dia menyerahkan bukti-bukti kejahatan keluarga Shen ke pihak berwajib. Reputasi mereka hancur. Kekayaan mereka lenyap. Aku juga ikut terseret, kehilangan segalanya yang kubangun dengan susah payah.

Di pengadilan, mata kami bertemu untuk terakhir kalinya. Dia memberiku senyum tipis, senyum yang menyimpan perpisahan abadi. Senyum itu lebih menyakitkan daripada pisau yang menancap di jantung.

Aku kehilangan segalanya. Karier, reputasi, keluarga, dan yang terpenting... Xia Wei. Aku ditinggalkan sendirian, menghadapi konsekuensi dari kebohonganku.

Dia mencintaiku diam-diam, dan diam itu membunuhku.


Bertahun-tahun kemudian, aku melihatnya dari kejauhan, berjalan dengan seorang anak kecil di taman yang sama tempat kami dulu berjanji setia. Anak itu memetik bunga sakura yang jatuh. Matanya... mata anak itu mengingatkanku pada seseorang.

Apakah kebahagiaan yang dia temukan, kebahagiaan yang kubayangi dengan kebohongan, benar-benar layak didapatkan dengan cara itu?

You Might Also Like: Reseller Skincare Reseller Dropship

0 Comments: