Kau Tersenyum di Balkon Istana, Tapi Matamu Menyembunyikan Duka
Embun pagi merayapi kelopak bunga lili di taman istana, basah dan dingin. Di balkon tinggi, Xiao Yun berdiri, gaun sutranya berkilauan tertimpa cahaya fajar. Senyumnya merekah, manis dan menenangkan. Senyum yang setiap hari dipajangnya untuk seluruh kerajaan. Tapi di balik senyum itu, matanya… seperti danau es yang membeku.
Di bawahnya, di antara bayang-bayang pepohonan kuno, Lin Wei mengawasi. Matanya tajam, penuh curiga. Lin Wei, seorang tabib istana yang rendah hati, namun menyimpan SEJARAH yang kelam. Ia mencari kebenaran yang tersembunyi di balik tembok istana, kebenaran yang melibatkan Xiao Yun, permaisuri yang dicintai seluruh negeri.
"Permaisuri Xiao Yun adalah anugerah," bisik seorang dayang yang lewat. Lin Wei hanya mendengus dalam hati. Anugerah? Atau kutukan yang disembunyikan dengan rapi?
Dinasti itu makmur di bawah kepemimpinan Kaisar yang bijaksana dan Permaisuri yang anggun. Namun, Lin Wei tahu, kemakmuran ini dibangun di atas KEBOHONGAN. Kebohongan yang dimulai bertahun-tahun lalu, ketika keluarga Lin Wei difitnah dan dibantai. Hanya Lin Wei yang selamat, bertekad membalas dendam.
Dendam itu kini terfokus pada Xiao Yun. Ia yakin, Xiao Yun adalah dalang di balik tragedi keluarganya.
Setiap hari, Lin Wei mengumpulkan serpihan kebenaran. Ia membaca catatan kuno, menguping percakapan, mengamati gerak-gerik Xiao Yun dengan saksama. Ia melihat bagaimana Permaisuri berinteraksi dengan Kaisar, bagaimana ia memperlakukan para dayang, bagaimana ia menyembunyikan sesuatu yang dalam di balik senyumnya.
"Anda terlalu dekat dengan api, Tabib Lin," desis seorang kasim tua suatu malam. "Bahayanya bisa membakar Anda sampai abu."
Lin Wei hanya tersenyum pahit. Ia sudah terbakar lama.
Konflik semakin memanas. Lin Wei menemukan bukti yang mengarah langsung pada Xiao Yun. Ia merencanakan konfrontasi, siap membongkar kebohongan itu di hadapan seluruh istana. Namun, Xiao Yun selalu selangkah lebih maju. Ia tahu Lin Wei sedang mendekat.
Suatu malam, Lin Wei diundang ke kediaman Permaisuri. Ia datang, siap dengan kebenaran yang akan menghancurkan.
"Tabib Lin, saya tahu apa yang Anda cari," kata Xiao Yun, suaranya lembut. "Dan saya tahu mengapa."
Lin Wei terkejut. Bagaimana bisa?
Xiao Yun menceritakan kisah yang berbeda. Kisah tentang pengkhianatan, konspirasi, dan pilihan sulit yang harus ia ambil untuk melindungi orang-orang yang dicintainya. Ia mengakui perannya dalam tragedi keluarga Lin Wei, namun ia melakukannya bukan karena kebencian, melainkan karena… cinta.
Ternyata, keluarga Lin Wei menyimpan rahasia yang bisa menggulingkan dinasti. Xiao Yun, yang saat itu masih seorang putri, dipaksa untuk memilih: menyelamatkan kerajaannya atau menyelamatkan keluarga Lin Wei. Ia memilih kerajaannya.
"Saya tahu, tidak ada yang bisa membenarkan apa yang saya lakukan," kata Xiao Yun, air mata mengalir di pipinya. "Tapi saya harap, Anda bisa mengerti…"
Lin Wei terguncang. Kebenaran yang ia cari ternyata jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan. Dendamnya mulai goyah.
Namun, kebenciannya terlalu dalam. Ia memutuskan untuk melanjutkan rencananya.
Pada perayaan ulang tahun Kaisar, Lin Wei membongkar kebenaran di hadapan seluruh istana. Ia menunjukkan bukti-bukti yang ia kumpulkan, menuduh Xiao Yun sebagai pengkhianat.
Kaisar terkejut. Seluruh istana gempar.
Xiao Yun tidak menyangkal. Ia mengakui semuanya.
Kaisar, dengan hati hancur, menjatuhkan hukuman mati pada Xiao Yun.
Lin Wei menyaksikan Xiao Yun dibawa pergi. Ia melihat senyumnya yang tenang, senyum yang menyimpan perpisahan.
Beberapa hari kemudian, Lin Wei berdiri di balkon istana, tempat terakhir ia melihat Xiao Yun. Ia menatap ke kejauhan, merasakan kekosongan yang besar. Ia telah membalas dendam. Tapi apa yang ia dapatkan?
Ia melihat sebuah surat tergeletak di lantai. Surat dari Xiao Yun, yang ditulis sebelum ia dieksekusi. Dalam surat itu, Xiao Yun menulis: "Saya tahu Anda akan melakukan ini. Saya tidak menyesal. Saya hanya berharap, Anda bisa menemukan kedamaian setelah ini."
Lin Wei meremas surat itu di tangannya. Ia berhasil. Tapi kemenangan itu terasa pahit, hampa, dan dingin.
Ia memandang ke langit, tempat di mana abu Xiao Yun diterbangkan. Senyum tipis terukir di bibirnya. Balas dendam yang tenang. Balas dendam yang menghancurkan.
Apakah kebenaran yang dicari selalu membawa kedamaian, atau justru hanya membuka luka yang lebih dalam?
You Might Also Like: Produk Skincare Rekomendasi Dokter
0 Comments: