Kabut ungu melukis lembah, selimut mimpi yang terajut dari rindu. Di sana, di antara reruntuhan pagoda yang dilupakan waktu, kita bertemu. Bukan dalam nyata, kurasa, melainkan dalam ECHO lukisan usang, atau mungkin dalam denyut nadi mimpi seorang pujangga yang telah lama berpulang.
Kau, dengan jubah sutra seputih salju yang ternoda debu perjalanan. Rambutmu, sungai malam yang mengalir di bahumu. Aku, berdiri di hadapanmu, pedang di tanganmu terhunus, kilau perak memantulkan senja yang berdarah.
"Mengapa?" bisikku, suara yang tercekat di tenggorokan, seolah terbuat dari serpihan kaca yang rapuh. Matamu, sepasang danau yang diterangi rembulan, memancarkan amarah yang sama dalamnya dengan KESEDIHAN.
Kau mengangkat pedang, gerakan yang anggun sekaligus mematikan. Udara bergetar, seolah menahan napas. Detik-detik terasa seperti abad, setiap helaan napas adalah doa yang tak terucapkan.
Tapi, sebelum baja itu menyentuh kulitku, sebelum darah menetes, MATA kita bertemu. Di sana, di kedalaman iris yang berkilauan, aku melihat segalanya: Pengkhianatan yang pahit, dendam yang membara, dan di atas segalanya… cinta yang terlarang, cinta yang tumbuh subur di tanah mimpi yang beracun.
Maaf mengalir di antara kita, tanpa kata, tanpa suara. Sebuah pengampunan yang lebih dalam dari samudra, lebih luas dari langit. Pedangmu bergetar, nyaris jatuh dari genggamanmu.
Kita saling memaafkan. Sebelum darah jatuh.
Malam itu, aku bermimpi tentang KAU. Tentang masa lalu kita yang dipenuhi bunga sakura dan janji yang dilanggar. Aku melihat pengkhianatan itu, bukan dilakukan olehmu, melainkan oleh mereka yang menginginkan kekuasaan. Kau hanya pion dalam permainan catur yang kejam, dipaksa untuk mengorbankan cintamu demi kehormatan keluarga.
Misteri terpecahkan. Tapi keindahannya… KEINDAHANNYA JUST RUINED EVERYTHING. Karena mengetahui kebenaran tidak menghapus rasa sakitnya. Justru, ia membuat luka itu terasa lebih dalam, lebih permanen.
Saat fajar menyingsing, aku menemukan sepucuk surat di bawah bantal. Tulisan tanganmu yang indah, namun bergetar:
"Taman Impian selalu menjadi milik kita, bukan?"
You Might Also Like: Ini Baru Drama Cinta Yang Menjadi
0 Comments: